Pernah cabut gigi?
Saya pernah. Empat kali. Gigi geraham semuanya.
Dua untuk keperluan orthodenti. Dua lagi karena memang sudah
gak bisa diselamatkan (berlubang parah)
Sesaat setelah cabut gigi, rasanya aneh. Menyadari sesuatu
yang biasanya ada, sekarang gak ada.
Membuat ruang kosong yang rasanya sakit. Tak nyaman.
Tapi perlahan gusi akan menyembuhkan lukanya. Menutup gusi
yang berdarah, berlubang, sakit.
Dan akhirnya kita terbiasa dengan runag kosong tersebut. Tanpa
perasaan aneh. Tanpa perasaan sakit. Tanpa darah yang sesekali mengalir karna
luka yang belum kering.
Ah. Saya ingat patah hati. Mungkinkah menganalogikan
perasaan cabut gigi ini sama dengan patah hati?
Saat kita terbiasa dengan ia yang selalu ada dan kemudian
pergi. Saat hati yang merasa tak nyaman karna tak lagi mendapati ia pada
tempatnya, disisi.
Perlahan luka mengering, rasa sedih terkikis oleg waktu. Kemudian
di satu detik semua terlihat baik-baik saja. Biasa-biasa saja. Tanpa ia.
Entah sudah berapa kali saya bertanya pada teman-teman, pernahkah
merasakan patah hati? Bagaimana patah hati terhebat yang mereka alami.
Patah hati terhebat? Ya saya juga pernah patah hati. 3 kali.
Yang pertama, yang kedua dan yang ketiga.
Kalo di urut dari level 1 sampai 10, mungkin yang pertama
dan kedua ada pada level 7,5.
Yang ketiga saya berani bilang ini level 11. J
0 comments:
Post a Comment